KETIKA dunia kerja tidak lagi hanya menuntut kemampuan intelektual tapi juga profesionalitas yang dibuktikan dengan pengalaman, maka sebagai mahasiswa --yang nantinya akan memasuki dunia kerja-- sudah semestinya jika mempersiapkan diri sejak dini untuk menghadapi fenomena tersebut.
Kuliah sambil kerja, apakah mungkin? Jadwal kuliah yang padat ditambah dengan tugas-tugas kuliah yang seabreg, membuat mahasiswa berpikir seribu kali untuk kuliah sambil bekerja, jika tidak ingin kuliahnya terganggu.
Bagi mahasiswa yang bekerja di instansi pemerintah mungkin lebih mudah mengatur waktunya karena jam kerja yang tetap dan lebih fleksibel. Tetapi bagi mahasiswa yag bekerja pada instansi swasta, ketatnya jam kerja dan adanya jam kerja tambahan atau lembur menjadi kendala utama.
Jangankan mendapat dispensasi, bahkan ada banyak perusahaan yang tidak mau karyawannya mengambil kuliah karena khawatir akan mengganggu kerjanya, yang berujung pada kerugian perusahaan. Untuk menunjang karier, ada sebagian orang yang secara sembunyi-sembunyi melakukan kuliah sambil bekerja.
Kendala lain yaitu tidak berharganya nilai sebuah ijazah. Jangankan hanya mengandalkan ijazah SMA, pencari kerja dengan ijazah strata satu (S-1) pun saat ini sangat sulit mendapat pekerjaan. Lulusan SMA paling hanya menduduki posisi sales promotion girls (SPG), waitress, kasir, atau posisi administrasi umum dan supervisor bagi orang-orang yang sangat beruntung. Namun apakah posisi bisa memberikan pengalaman bagi mahasiswa (sebagai calon tenaga kerja) untuk memasuki dunia kerja sesuai dengan jurusan yang diambil?
Jika tidak, jadi untuk apa berusah payah membagi padatnya waktu kuliah dengan waktu untuk bekerja? Ternyata dunia kerja tidak hanya menuntut pengalaman yang sesuai dengan bidang yang akan dimasukinya, tapi minimal calon pekerja sudah tahu apa dan seperti apa dunia kerja itu. Bagi mereka tentunya ketika dia memasuki dunia kerja yang sesungguhnya, akan lebih mudah beradaptasi.
Kenapa seorang pekerja harus beradaptasi di lingkungan kerja? Karena lingkungan kerja itu seperti halnya lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan kuliah, dan lingkungan masyarakat, penuh dengan hal baru dan kompleks yang mungkin tidak diduga sebelumnya oleh para calon pekerja. Dalam lingkungan kerja sudah pasti seorang pekerja akan menemui aturan dan kebijakan perusahaan tempat ia bekerja yang kadang tidak sesuai dengan keinginannya.
Selain itu dalam dunia kerja ada tingkatan posisi di mana seorang pekerja harus melakukan tugas dari atasannya yang kadang sangat memberatkan. Belum lagi adanya kesenjangan antarpekerja dan adanya persaingan kerja yang tidak sehat. Tapi semua itu adalah permasalahan yang siap atau tidak siap harus dihadapi oleh seorang calon pekerja ketika dia memasuki dunia kerja, karena kapan pun dan di mana pun, ada kemungkinan hal tersebut akan dialami.
Di samping untuk mencari pengalaman, ada hal lain yang mendorong seseorang melakukan kuliah sambil kerja yaitu mencari uang untuk membiayai kuliah atau sekadar mencari tambahan biaya kuliah. Ada banyak alasan kenapa seorang mahasiswa harus mencari uang sendiri.
Pertama, keadaan ekonomi keluarga yang tidak memungkinkan utuk mengalokasikan dananya guna membiayai kuliah anak-anaknya. Seperti kita tahu setelah krisis ekonomi banyak orang kehilangan pekerjaan atau menurunnya daya beli masyarakat. Jangankan untuk membiayai kuliah anaknya, untuk makan sekeluarga saja terasa sangat sulit.
Kedua, ada sebagian orang tua yang ingin menanamkan jiwa kemandirian pada anaknya sejak dini atau setelah merasa bahwa anaknya sudah cukup dewasa. Salah satu cara yang banyak dilakukan para orang tua untuk menanamkan jiwa kemandirian pada sang anak adalah dengan menyarankan anaknya untuk bekerja dan membiayai kuliahnya sendiri.
Ketiga, karena keinginan anak itu sendiri untuk belajar mandiri atau paling tidak mengurangi beban yang harus ditanggung orang tuanya.
Sehubungan dengan adanya fenomena itu, saat ini sudah ada lembaga pendidikan yang menyediakan suatu sistem perkuliahan yang dapat mendukung bagi mahasiswanya yang ingin kuliah sambil bekerja, yakni dengan menyediakan kelas-kelas khusus disediakan dengan jam kerja yang ada. Kelas-kelas khusus tersebut adalah kelas malam atau karyawan yang diperuntukkan bagi mereka yang bekerja pagi, kelas weekend yang dapat dimanfaatkan oleh karyawan dengan lima hari kerja, kelas shift untuk yang bekerja dengan sistem pembagian waktu kerja.
Pekerjaan yang banyak menyerap tenaga kerja lulusan SMA kebanyakan pekerjaan dengan jam kerja shift. Keuntungan kelas shift, yaitu dapat mengikuti jam perkuliahan dari kelas mana pun. Ketika mereka bekerja pada shift pagi (8.00-16.00 WIB) tidak timbul permasalahan (berupa benturan jam kerja dengan jam kuliah) karena sepulang kerja bisa mengikuti perkuliahan pada kelas karyawan (17.00-21.00 WIB).
Permasalahan muncul ketika mereka berada pada shift siang (14.00-22.00 WIB). Perkuliahan yang bisa diikuti yaitu kelas reguler (8.00-17.00 WIB), namun mereka terpaksa harus meninggalkan kelas maksimal pukul 13.30 WIB meski masih ada perkuliahan yang diadakan di atas jam tersebut sehingga tidak menutup kemungknian ada mata kuliah tertentu yang hanya dapat diikuti dua minggu sekali.
Meski sudah diadakan kelas shift, entah karena alasan kurang ruangan, kurang dosen atau karena kurang pengetahuan tentang jam kerja shift maka kelas shift belum sepenuhnya menjadi solusi yang terbaik.
Seharusnya hal ini menjadi pertimbangan bagi lembaga pendidikan yang menyediakan sistem perkuliahan kelas shift dalam penyusunan jadwal kuliah, sehingga memudahkan bagi mahasiswanya yang bekerja dengan sistem kerja shift.
Hal lain yang menjadi kendala yaitu tidak mudah membagi waktu antara kuliah, kerja, istirahat, dan urusan-urusan lain. Hanya sedikit orang yang dapat me-manage waktunya dengan sangat baik sehingga dia sukses dalam kuliah dan karier. Tapi di samping sedikit orang hebat itu, banyak juga yang merasa kesulitan membagi waktunya sehingga harus memilih tetap melanjutkan kuliah atau mempertahankan pekerjaannya.
Dari urian di atas, kuliah sambil kerja (terutama sistem kerja shift) ternyata tidak mudah dilakukan jika tidak didukung oleh jadwal kuliah yang dirancang sesuai dengan jam kerja. Di samping itu juga harus ada motivasi yang kuat dari dalam diri sendiri. ***
btul banget artikelmu ini bang,salah satu pelakunya aku sendiri,ak ga sembunyi2 sih,cm tidak semua orng tahu klo kul lg.hbs malu sdh beda jrusan ma kerja pula.Hbs situasi kndisi krja sudah berbeda,ya memang semua pasti berubah. bayangkan ak kul seminggu 3kali, plus 8 jamkerja, sebulan boleh ambil libur cm 2 kali. sementara ak sudah wara wiri juga nglamar + tes cari kerja yg sesuai , wuih saingannya banyak puoll,pdhl tiap tahun bbrp ribu wisudawan siap kerja belum dpt jg.betul saat2 mencarai kerja yg paling dibtuhkan adalah relasi. clear kkn itu cm slogan sampah. klo tdk ada sangsi yg berat kkn tetep dijalankan.
sebenarnya ada kesempatan bagi mahasiswa untuk belajar sambil bekerja. DPPK mempunyai Program Co-op (Belajar Bekerja Terpadu) bagi mahasiswa S1. Syaratnya mahasiswa yang telah selesai semester 6 dan belum lulus.
Mahasiswa diberi kesempatan bekerja di suatu perusahaan selama 3 - 6 bulan (terkadang diperpanjang oleh pihak perusahaan jika kinerjanya bagus).
Dalam Program Co-op, mahasiswa mendapat kompensasi (gaji) dan fasilitas (asuransi, kesehatan, dll) tergantung perusahaan.
Info lebih lanjut: sekretariatdppk@gmail.com